Skinpress Rss

Tuesday 18 September 2012

Putus Cinta dari Sudut Pandang Ilmuwan

0

Putus cinta atau ketika cinta ditolak bukan merupakan hal yang menyenangkan bahkan bagi mereka yang cenderung sensitif, putus cinta bisa menjadi sesuatu yang sangat menyakitkan. Ketika seseorang menolak cinta yang kita utarakan, bukan hanya hati yang sakit tapi juga kita seperti di dorong ke arah berlawanan terhadap arah yang ingin kita tuju.

Ketika si dia tak ingin menjalin hubungan dengan status lebih dari teman biasa, kata-kata yang seringkali kita sampaikan kepada sahabat teman curhat kita kurang lebih berbunyi ‘aku ditolak’. Pada intinya orang yang ditolak merupakan pihak yang menjadi korban.

Peneliti dari University of Amsterdam mengungkapkan bahwa penolakan berkaitan dengan respons dari sistem saraf parasimpatetik. Hal ini berarti, ketika tubuh aktif, terutama ketika ingin berkelahi, sistem simpatetik akan melakukan persiapan ditandai dengan detak jantung yang menguat serta pupil mata yang mengalami pembesaran, dan energi menjadi tinggi. Tetapi, sistem parasimpatetik juga merupakan sistem yang bertanggung jawab terhadap tubuh saat sedang beristirahat. Ketika cinta ditolak, banyak ilmuwan mengatakan kita akan merasa tak disukai yang menjadikan detak jantung menjadi lamban begitu pula aktivitas sistem saraf parasimpatetik. Kesimpulannya, ditolak atau putus cinta dapat menghasilkan respons fisik dan psikologis. Jadi tidak mengherankan bila mengalami hal tersebut perasaan kita seperti  ‘copot’ atau ‘patah’, hal ini terjadi kemungkinan karena ada  proses perlambanann yang mendadak tadi.

Dirancang untuk takut penolakan
Manusia sangat sensitif terhadap penolakan, terlebih lagi terhadap penolakan sosial. Kita memiliki motivasi yang kuat dalam mencari persetujuan serta penerimaan dari orang-orang yang di sekitar kita. Bila kita melihat pada zaman purba dahulu, seandainya kita hidup sendirian serta tak mempunyai siapa pun, kesempatan hidup kita akan menjadi sangat sedikit. Manusia membutuhkan manusia lain agar mampu bertahan hidup. Hal ini berarti, kita adalah makhluk sosial yang butuh penerimaan orang lain serta tidak sanggup ditolak. Hal ini terus berevolusi hingga saat ini, dan sampai sekarang kita masih membutuhkan orang lain.

Diputus pacar sama seperti berhenti merokok
Mayoritas para ahli saraf sepakat, diputus pacar itu sangatlah menyebalkan. Usaha untuk melupakan pacar sama halnya dengan usaha untuk  lepas dari  adiksi zat-zat tertentu, seperti dijelaskan oleh para peneliti dari Stony Brook University. Putus Cinta dari Sudut Pandang Ilmuwan - Para peneliti tersebut menemukan pada otak, ada area yang aktif ketika rasa sakit hati melanda akibat ditolak dan putus cinta, bagian ini sebenarnya terhubung dengan motivasi, penghargaan, dan adiksi. Malahan, bagian otak ini memperlihatkan kesamaan antara penolakan cinta dengan rasa sakau terhadap zat-zat tertentu. Penolakan dan putus cinta akan terasa sangat menyakitkan karena kita memiliki ketergantungan terhadap suatu hubungan. Sehabis putus cinta, sama halnya ketika setelah melewati adiksi pada zat tertentu, kita akan melewati masa penarikan diri.

Manusia sulit menghadapi kehilangan
Pada umumnya manusia merasa kesulitan ketika mengalami kehilangan. Rasa sakit saat  kehilangan sesuatu akan lebih kuat daripada saat mendapatkan sesuatu. Daniel Kahneman seorang peraih penghargaan Nobel karena karyanya  fenomenalnya  Prospect Theory, memaparkan bahwa bagaimana seseorang ketika mengambil pilihan pada suatu situasi, ketika ia harus memutuskan  antara dua hal yang sama-sama punya konsekuensi. Misalnya, manusia akan merasa sakit karena kehilangan uang sebesar Rp 50.000 lebih besar daripada saat ia memperoleh uang dengan jumlah yang sama. Hal tersebut adalah fakta psikologis di mana otak kita memandang kehilangan lebih berat daripada mendapatkan satu hal baru.

Kehilangan akan terasa lebih besar daripada mendapatkan sesuatu, hal ini berarti kita lebih terdorong untuk menghindari rasa kehilangan daripada mengambil risiko untuk mendapatkan lebih. Hasilnya, tidak sedikit orang yang baru saja  putus cinta mengatakan, "Cukup sudah! Saya tidak ingin lagi pacaran." Hal ini bermakna kita sedang berusaha menghindari risiko kehilangan, walaupun ada kemungkinan kita akan memperoleh cinta sejati dalam diri seseorang.

Semakin kita gagal, semakin jauh tujuan yang dikejar
Beberapa studi menunjukkan bahwa semakin sering seseorang ditolak atau putus cinta, maka semakin jauh pula tujuan yang ingin ia kejar. Jessica Wit peneliti dari Purdue University, mengungkapkan bahwa setelah beberapa kali gagal menendang bola ke arah gawang lawan, para pemain sepak bola akan melihat gawang lebih tinggi dan menjadi kitan sempit daripada sebelumnya.

Sangat mudah untuk menjadi saksi dari betapa kuatnya penolakan. Semakin kita sering mengalami penolakan dan putus cinta, maka kita akan semakin merasa upaya kita akan sia-sia, oleh karenanya kita menjadi malas untuk mencoba lagi. Padahal, hal ini juga membuat kita makin jauh dari si pujaan hati.

Sumber :

0 comments: