Putus
cinta atau ketika cinta ditolak bukan merupakan hal yang menyenangkan bahkan
bagi mereka yang cenderung sensitif, putus cinta bisa menjadi sesuatu yang
sangat menyakitkan. Ketika seseorang menolak cinta yang kita utarakan, bukan
hanya hati yang sakit tapi juga kita seperti di dorong ke arah berlawanan terhadap
arah yang ingin kita tuju.
Ketika
si dia tak ingin menjalin hubungan dengan status lebih dari teman biasa,
kata-kata yang seringkali kita sampaikan kepada sahabat teman curhat kita
kurang lebih berbunyi ‘aku ditolak’. Pada intinya orang yang ditolak merupakan
pihak yang menjadi korban.
Peneliti
dari University
of Amsterdam
mengungkapkan bahwa penolakan berkaitan dengan respons dari sistem saraf
parasimpatetik. Hal ini berarti, ketika tubuh aktif, terutama ketika ingin
berkelahi, sistem simpatetik akan melakukan persiapan ditandai dengan detak
jantung yang menguat serta pupil mata yang mengalami pembesaran, dan energi
menjadi tinggi. Tetapi, sistem parasimpatetik juga merupakan sistem yang
bertanggung jawab terhadap tubuh saat sedang beristirahat. Ketika cinta
ditolak, banyak ilmuwan mengatakan kita akan merasa tak disukai yang menjadikan
detak
jantung menjadi
lamban begitu pula aktivitas sistem saraf parasimpatetik. Kesimpulannya,
ditolak atau putus cinta dapat menghasilkan respons fisik dan psikologis. Jadi
tidak mengherankan bila mengalami hal tersebut perasaan kita seperti
‘copot’ atau ‘patah’, hal ini terjadi kemungkinan karena ada proses
perlambanann yang mendadak tadi.
Dirancang
untuk takut penolakan
Manusia
sangat sensitif terhadap penolakan, terlebih lagi terhadap penolakan sosial.
Kita memiliki motivasi yang kuat dalam mencari persetujuan serta penerimaan
dari orang-orang yang di sekitar kita. Bila kita melihat pada zaman purba
dahulu, seandainya kita hidup sendirian serta tak mempunyai siapa pun,
kesempatan hidup kita akan menjadi sangat sedikit. Manusia membutuhkan manusia
lain agar mampu bertahan hidup. Hal ini berarti, kita adalah makhluk sosial
yang butuh penerimaan orang lain serta tidak sanggup ditolak. Hal ini terus
berevolusi hingga saat ini, dan sampai sekarang kita masih membutuhkan orang
lain.
Diputus
pacar sama seperti berhenti merokok
Mayoritas
para ahli saraf sepakat, diputus pacar itu sangatlah menyebalkan. Usaha untuk
melupakan pacar sama halnya dengan usaha untuk lepas dari adiksi
zat-zat tertentu, seperti dijelaskan oleh para peneliti dari Stony Brook
University. Putus Cinta dari Sudut Pandang Ilmuwan - Para
peneliti tersebut menemukan pada otak, ada area yang aktif ketika rasa sakit hati melanda
akibat ditolak dan putus cinta, bagian ini sebenarnya terhubung dengan
motivasi, penghargaan, dan adiksi. Malahan, bagian otak ini memperlihatkan
kesamaan antara penolakan cinta dengan rasa sakau terhadap zat-zat tertentu.
Penolakan dan putus cinta akan terasa sangat menyakitkan karena kita memiliki
ketergantungan terhadap suatu hubungan. Sehabis putus cinta, sama halnya ketika
setelah melewati adiksi pada zat tertentu, kita akan melewati masa penarikan
diri.
Manusia
sulit menghadapi kehilangan
Pada
umumnya manusia merasa kesulitan ketika mengalami kehilangan. Rasa sakit saat
kehilangan sesuatu akan lebih kuat daripada saat mendapatkan sesuatu.
Daniel Kahneman seorang peraih penghargaan Nobel karena karyanya
fenomenalnya Prospect Theory, memaparkan bahwa bagaimana seseorang
ketika mengambil pilihan pada suatu situasi, ketika ia harus memutuskan
antara dua hal yang sama-sama punya konsekuensi. Misalnya, manusia akan
merasa sakit karena kehilangan uang sebesar Rp 50.000 lebih besar daripada saat
ia memperoleh uang dengan jumlah yang sama. Hal tersebut adalah fakta
psikologis di mana otak kita memandang kehilangan lebih berat daripada
mendapatkan satu hal baru.
Kehilangan
akan terasa lebih besar daripada mendapatkan sesuatu, hal ini berarti kita
lebih terdorong untuk menghindari rasa kehilangan daripada mengambil risiko
untuk mendapatkan lebih. Hasilnya, tidak sedikit orang yang baru saja
putus cinta mengatakan, "Cukup sudah! Saya tidak ingin lagi
pacaran." Hal ini bermakna kita sedang berusaha menghindari risiko kehilangan,
walaupun ada kemungkinan kita akan memperoleh cinta sejati dalam diri
seseorang.
Semakin
kita gagal, semakin jauh tujuan yang dikejar
Beberapa
studi menunjukkan bahwa semakin sering seseorang ditolak atau putus cinta, maka
semakin jauh pula tujuan yang ingin ia kejar. Jessica Wit peneliti dari Purdue
University, mengungkapkan bahwa setelah beberapa kali gagal menendang bola ke
arah gawang lawan, para pemain sepak bola akan melihat gawang lebih tinggi dan
menjadi kitan sempit daripada sebelumnya.
Sangat
mudah untuk menjadi saksi dari betapa kuatnya penolakan. Semakin kita sering
mengalami penolakan dan putus cinta, maka kita akan semakin merasa upaya kita
akan sia-sia, oleh karenanya kita menjadi malas untuk mencoba lagi. Padahal,
hal ini juga membuat kita makin jauh dari si pujaan hati.
Sumber :
0 comments:
Post a Comment