Skinpress Rss

Wednesday 12 January 2011

Cinta dan Persahabatan

0

Cerpen

“Lex, pokoknya kamu harus tanggung jawab. Ini anak kamu.” Sahut Fistha di balik telpon.
“Aku ga bisa, Ta? Itu bukan darah dagingku.” Jawab Alex di balik telpon.

Elis yang tak sengaja mendengar pembicaraan kakaknya di rumah.
“What!! Kakak menghamili cewek, tapi dia masih ragu apa yang  dikatakan tadi Itu adalah telpon dari Fistha.” Gumamnya dalam hati.
“Kak, telpon dari siapa?” Tanya Elis dari balik pintu kamarnya.
“Dari teman, ya biasa ngajak nongkrong....??” Belum selesai omongan Alex, Elis langsung memotongnya.
“Kakak!! Telpon dari siapa!!!” Bentak Elis yang mulai gak suka kakaknya berbohong lagi.
Ehh....daa daaa…riii....dari Fistha, Lis.” Jawabnya agak ragu.
“Oh, jadi ini toh orangnya!!” Elis datang menghampirinya menunjukknya, mulai memancing Alex agar dia segera jujur padanya.
“Maksud kamu?” Alex berbalik tanya.
“Kakak gak usah bohong deh, aku udah tau semuanya. Kakak benar-benar keterlaluan. Kakak tegah ya sama sahabat aku sendiri.” Elis marah besar lalu ia masuk ke  kamar  sambil membanting pintu.
Alex duduk terdiam di kursi, ia tak berdaya, pikirnya mengapa semua itu harus terjadi. Dia belum bisa memutuskan apa yang bakal dia lakuin.

Di siang hari, saat di sekolah.....
“Lis, Lho kenapa diem-diem melulu gak ngomong dari tadi.” Tanya Fistha saat istirahat. Fistha jadi heran melihatnya cuek sejak ia datang di sekolah.
“Lis, Lho kenapa sih. Lagi ada masalah ya?” Tanya Lidia penasaran.
“Iya, gue memang ada masalah, dan Lho akan kaget banget saat gue mengatakannya.” Jawab Elis jutek, yang sebenarnya dia marah sama Fistha.
“Iya gue marah sama, Lho!” Jawab Elis lalu menunjuk pada Fistha.
“Sama Gue, emangnya salahku apa?” Sahut Fistha, yang tak mengerti.
“Masih nanya lagi. Gue kecewa banget sama Lho. Beraninya Lho pacaran sama kakak gue. Dan gue gak tau sama sekali. Sampai-sampai Lho bisa Bunting kayak g ini.” Saat itu, amarah Elis tak bisa terkendali.
“What!!!” Seru Lidia kaget, dia tak menyangka kalau cowok yang dimaksud selama ini adalah Alex, kakaknya Elis. Dan tanpa sadar kalau sebagian teman-temannya datang berkumpul di teras sekolah lalu mereka mendengar dan melihat pertengkaran itu. Lidia juga tak bisa berbuat apa-apa untuk menahan emosi sahabatnya itu.
“Lis, sudahlah...nanti kita selesaiin secara kekeluargaan.” Kata Lidia yang berusaha menenangkan Elis.
“Tapi, gue gak pernah pacaran sama Alex, kami cuman berteman. Dia telah memperkosaku, Lis..!!.”
“Lho pasti bohong deh!” Sahut Elis dengan muka masih merah.
“Sudah,sudah!!” Bentak Lidia yang udah jengkel melihat tingkah mereka.
Pertengkaran pun reda saat bel masuk. Keduanya hanya terdiam tanpa memandang satu sama lain. Dan Elis pindah duduk bersama dengan temannya yang lain, yang mulanya duduk bersama Fistha.  Fistha yang selalu berusaha untuk meminta maaf pada Elis. Tapi, Elis, tak menggubrisnya tak sedikitpun sepatah kata yang keluar dari mulutnya jika ia berhadapan dengan Fistha.
“Okey, kalau Lho gak bisa maafin gue. Gue keluar dari persahabatan kita. Kalau memang Lho, gak membutuhkan gue lagi, gue akan pergi dari kalian. Dan bayi ini gue bakal gugurin.” Kata Fistha menangis, kemudian dia keluar kelas.
“Ta, jangan, Ta. Lho mo kemana?” Lidia lalu berlari mengejar Fistha sampai di depan pintu kelas yang saat itu guru yang akan mengajar di kelas belum juga datang.
“Gue mau bunuh diri.” Jawab Fistha spontan.

“Pliss...jangan lakuin itu, Ta? Bayi Lho nggak bersalah.” Seru Elis berdiri dari tempat duduknya lalu bergegas mengejar Fistha sampai di koridor sekolah.  Elis, yang sejak tadi nggak peduli dengan mereka, dia hanya sibuk menulis sesuatu di mejanya. Tiba-tiba dia langsung mengingat sesuatu, dan akhirnya ia berhasil menahan keinginan Fistha. Fistha yang sebetulnya, hanya berpura-pura mau melakukan ancaman bunuh diri, tujuannya ke toilet, agar Elis mau memaafkan dirinya, dengan begitu dia akan luluh.
“Maafin gue ya, Ta?? Gue benar-benar khilaf. Itu semua karna gue nggak bisa berbuat apa-apa lagi Ta?” Elis lalu mendekap Fistha dengan erat.
“Ehh....ehh....ni..ni..niiii??” Fistha lalu menunjuk perutnya, yang tertindisi dengan pelukan Elis.
“Iya,iya...sorry-sorry....gue lupa.” Kata Elis sambil tertawa.
“Gitu dong, itu baru sahabat gue.” Sambut Lidia sambil bertepuk tangan melihat keduanya kembali akur.

Sebelum kejadian itu……sekitar seminggu yang lalu…
Fistha mengajak Lidia dan Elis ke rumahnya, saat pulang sekolah.
Mereka bertiga sedang asyik ngobrol di kamar Fistha, makan, bercanda. Tapi, Fistha tak ikut menikmati suasana hati kedua sahabatnya itu yang sejak tadi bercanda melulu. Sementara itu, kebetulan kedua orang tua Fistha belum pulang bekerja. Hanya mereka bertiga yang ada di rumah.
“Ta, Lho kenapa sih, lho yang ajakin kita ke sini tapi malah di cuekin kita sih. Semangat dong!!” Tanya Lidia cerewet .
“Gue, nggak pa-pa kok??” Jawab Fistha.
“Masa sih, lho ada masalah kan. Cerita aja, kita bakal bantu kok.” Sahut Elis yang tampak perhatian dan ingin segera mengetahui cerita dari Fistha.
“Gu...e, Gu...gu gu..ee, Gue hamil!” Jawab Fistha dengan perasaan cemas.
“Apa!!!” Spontan kedua sahabatnya itu teriak kaget.
Nggak-nggak, gue nggak percaya....lho cuman bercanda kan, Ta? Seru Lidia yang masih nggak begitu yakin, meski itu semua bisa saja terjadi bagi cewek manapun yang pernah tidur sama cowok.
 “Serius lho, Ta. Lho benar-benar hamil. Siapa yang melakukan semua ini padamu? Tanya Elis yang tampak serius, ingin sekali ia menampar cowok yang berani berbuat itu sama sahabatnya sendiri.
“Iya, Lis. Gue udah telat dua bulan nih. Itu artinya gue hamil kan?”  Jawabnya serius.
“Siapa-siapa yang melakukan ini sama lho, gue pengen banget  kubur tuh orang hidup-hidup?” Tanya Elis, sambil mengepalkan tangan kanannya kemudian menonjokkan ke telapak tangan kirinya sendiri.
Fistha saat itu hanya bisa menangis tak sanggup menanggung kesedihannya, ia tak mampu mengatakannya siapa cowok menghamilinya itu. Sementara kedua sahabatnya memakluminya, mereka tak memaksakan dirinya untuk mengatakannya saat itu juga.
“Iya, Ta. Lho nggak usah cerita ke kita dulu, nanti akan ada waktunya. Sabar ya, Ta??” Kedua sahabatnya itu merangkulnya dengan penuh kasih.
Hari semakin hari perut Fistha semakin besar, dia selalu menutupi perutnya dengan memakai jaket saat dia ke sekolah, agar perutnya nggak bisa di kenali sama teman-temannya. Elis dan Lidia berusaha menyembunyikan hal itu pada teman-teman sekolahnya, dan juga pada keluarganya. Elis dan Lidia semakin peduli pada Sahabatnya itu, dia akan berusaha melindunginya dari segala gangguan.
“Apa yang terjadi ketika salah seorang murid sekolah hamil di luar nikah…Sungguh menyedihkan….?” Fistha sebenarnya tau apa yang akan dihadapinya.

Sebulan kemudian.....
Kehamilan Fistha menginjak 4 bulan, perutnya mulai kelihatan membesar.
Semua siswa telah bungkap tentang hal itu, mereka selalu membicarakannya untuk bahan gosip di sekolah. Yah, memang benar kalau Fistha itu hamil, dan sebagian siswa telah membencinya dan mengejeknya. Tapi, Fistha tetap sabar menanggapinya, dan tetap Elis akan membelanya saat di cela oleh mereka.
Beberapa hari kemudian....
Fistha di panggil ke ruang kepala sekolah. Dia benar-benar gak tau dalam hal apa dia di suruh menghadap Kepala Sekolah.
“Kamu benar-benar hamil kan. Kamu sudah menikah? Tanya Kepala Sekolah.
“Iya, Pak. Tapi saya belum menikah, Pak.” Jawab Fistha dengan muka malu, kalau ternyata masalahnya telah di ketahui semua oleh guru-guru dan bahkan kepala sekolah sendiri.
“Kamu sudah tau kan peraturan di sekolah ini?” Tanyanya.
“Iya, pak? Saya tau.
“Lalu kenapa kamu berbuat kesalahan seperti itu?” Tanyanya Lagi.
“Semua ini, bukan salah saya, Pak?” Jawab Fistha yang merasa diadili seperti di ruang sidang saja. “Gue kan bukan pembunuh, atau pencuri....dan sebagainya.” Gumamnya.
“Saya akan berlaku adil dan bijaksana. Siapa pun yang telah melanggar peraturan sekolah dan telah mencemarkan nama baik sekolah ini dengan perbuatan asusila itu tidak  bisa di toleransi lagi. Maka bapak akan mengeluarkan siswa itu dari sekolah ini. Tujuannya, agar tidak ada lagi siswa yang bisa meniru perbuatan itu. Dengan terpaksa, bapak akan mengeluarkan kamu.” Jawab Kepala Sekolah itu.
“Pak, saya mohon. Biarkan saya mengikuti ujian akhir??” Pintah Fistha memelas.
“Tidak bisa, peraturan ya tetap peraturan. Kami telah mendiskusikan kepada guru-guru di sini, dan mereka menyetujuinya.”
“Sekali lagi, dengan bermurah hati. Bapak ijin saya mengikuti ujian?” Pintahnya lagi,  dengan menangis.
“Ini sudah menjadi keputusan sekolah. Surat pengeluaran kamu sudah di keluarkan, dan tidak bisa di ganggu gugat lagi.” Jawabnya dengan tegas.

“Gimana, Ta?” Tanya Lidia.
“Gue, jadi di keluarin.” Sahut Fistha dengan nada tak kuat.
“Yah, sabar ya, Ta? Kita akan selalu menemani Lho.” Sambut Elis menyelus kepala Fistha.
Lidia dan Elis tak tegah melihat sahabatnya itu harus berlalu meninggalkan sekolah, menanggung semua penderitaan yang bertubi-tubi datang kepadanya. Tapi dia benar-benar sabar menghadapi semuanya.

Beberapa hari kemudian, persiapan pesta pernikahan pun mulai tertata. Fistha merasa deg-degan saat dirinya nanti berada di pelaminan yang begitu mewah itu. Sebentar lagi, ia menjadi seorang ibu. Pikirnya, dia tak usah lagi memikirkan kapan dia harus hamil saat setelah pernikahannya. Karena saat ini, dia sudah mengandung anak dari Alex, sosok kakak yang dulu, menjadi cowok yang tak menghargai hidupnya. Tapi, Alex sudah berubah, dia menjadi sosok yang sangat menyenangkan. Dia menjadi lebih perhatian pada Fistha, dia merasa nyaman. Mungkin sosok dia yang selama ini dia cari, meski jalannya salah. Tapi, pada akhirnya Alex ternyata menjadi jodohnya.
*TAMAT*

                                                           


0 comments: